Sabtu, 11 Desember 2010

My seventeen birthday

Bukan Remaja kalau tidak mengenal yang namanya cinta, cinta dan cinta. Malahan kebanyakan dari mereka lebih mengaggungkan cinta dari pada belajar. Ya…. Namanya juga ABG (Anak Baru Gede), mereka rela melakukan apa pun yang menjadi keinginannya. Tapi bagi mereka, cinta juga gak seindah mutiara. Cinta itu seperti gado-gado, merasakan manis, pahit, asam, asin dan kecutnya rasa.

Seperti Gadis yang sedang duduk di bangku SMA ini. Bayangan cowok yang dia cinta, gak hilang semenjak dua Tahun yang lalu, saat dia masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Semua ini membuatnya Gila! Bisa-bisanya dia masih memikirkan cowok itu setelah dia menghilang entah kemana. Sebenarnya apa sih yang membuat dia selalu memikirkannya? Dan hubungan si cewek dan si cowok itu tidak berlangsung dengan baik. Padahal awalnya mereka berdua sama-sama suka dan saling menunggu. Ya Tuhan….. cinta memang menyusahkan.

“Des, cinta kita memang Cuma cinta monyet. Tapi jika aku kembali dan aku bertemu kamu. Sampai kapan pun aku akan menunggu kamu, kalau kamu juga begitu ” Inilah yang dikatakan rival lewat SMS kepada Desi, 3 tahun yang lalu.
“aku gak tau mengapa kamu harus pergi, val. Tapi, kalau ini keputusanmu aku akan menerima kamu pergi jauh dariku, asal kamu bahagia. Dan aku akan tetap menunggumu.”
“Terimakasih, des. Jaga baik-baik dirimu ya. Aku pun akan begitu sebaliknya.”
“oke! aku pasti akan Rindu Setengah mati disini, hehe. Begitu juga kawan-kawanmu disini”

Itu adalah SMS terakhir di saat hubungan mereka masih baik-baik saja. Anak remaja emang suka ngomong dengan kata-kata yang ‘LEBAY’. Tapi, jangan anggap remeh omongan mereka. Terkadang mereka bisa membuat omongan mereka menjadi kenyataan, bagaimana pun caranya.

***
Desi tersenyum-senyum jika mengingat semua kenangannya bersama Rival. Rasa kangen di dirinya juga semakin menggebu-gebu seperti bass drum yang sedang di mainkan dengan dua pedal. “Ya Tuhan…. Ingatkah dia padaku? Dia bukan sekedar kekasih di masa lalu ku, ia seperti sahabat yang mengalir didalam darahku. Apakah dia masih mengingatku ya..” desi seperti orang gila kalau teringat rival, terkadang dia tersenyum-senyum, dan bicara sendiri. Kadang dia pun sering kali menangis. Kakaknya pun terbingung-bingung jika melihatnya. Ya maklum saja, sudah tiga tahun dia tak jumpa.

Hubungan mereka memburuk, saat datang seorang cowok yang masuk ke kehidupannya. Ya, Julio namanya, si cowok perfect di sekolahnya. Berbadan tinggi, manis, dan popular. Cowok itu suka sama Desi. Tapi, awalnya desi tidak suka dengan Julio. Karena, hatinya masih berkatakan, RIVAL..RIVAL and RIVAL. Tapi, desi mulai berpikir, “kenapa ngga, aku nerima dia. Mungkin dia bisa membantuku untuk melupakan Rival yang udah pergi jauh”. Ia tidak bermaksud melupakannya, tetapi dia hanya gak mau pikirannya kacau Cuma memikirkan satu nama ‘Rival’. Itu bisa membuatnya tidak focus belajar di sekolah. Apa lagi masa-masa menegangkan akan datang ‘UN’. 

Rival yang mendapat kabar bahwa Desi jadian sama Julio, berpikiran kalau dia telah di khinati. Rival menganggap bahwa desi seorang Pembohong yang bejanji ingin menunggunya sampai ia kembali pulang. Ya… namanya juga remaja, pikirannya masih untuk dirinya sendiri. Beginilah realita cinta. Naksir, tembak, jadi, selingkuh, cemburu, putus, berantem. Memang, yang paling aman Cuma bersahabat. Tapi, sebenarnya Rival mengerti bagaimana perasaan Desi, hanya saja Rival berpikiran bahwa dirinya sekarang Cuma bisa menjadi rumput liar bagi kehidupan desi. Hubungan mereka menjadi tidak baik, dan mereka berdua lost contact, Cuma bisa tau keadaannya dari account twitter, facebook dan blog mereka.

***
Saat pagi hari, kaki desi melangkah dengan lambat di lorong sekolahnya. Desi pun teringat kata-kata fati sahabatnya, “Jika sampai saat ini aku belum bisa melupakan Rival. Berarti aku bagaikan keran yang tak pernah di tutup, karena tidak ada yang peduli dengan air yang mengalir terus menerus ini. Aku selalu di biarkan setiap waktu. Julio pun belum bisa menutup keran ini, sampai hubungan kita tiada artinya lagi sekarang.”

Di kelas tampak seorang lelaki yang sedang duduk di kursi belakang, dia memakai baju putih abu, dia berbadan tinggi, dengan tubuhnya yang berisi, memakai kaca mata, dan merangkul tas coklat di punggungnya.

“Siapa dia? Sepertinya aku belum pernah melihatnya! Apa dia anak baru di kelas kita?” tanya desi kepada nisa.
“Ya sepertinya begitu, des. Aku pun juga tak tahu siapa dia.”
“Dia itu anak pindahan dari pulau seberang. Kotanya dimana, aku juga belum terlalu tahu.” Celetuk putra.
“oh… anak baru! Pantas saja aku gak pernah melihat dia sebelumnya di sekolah ini. Tapi, sepertinya aku pernah lihat dia di tempat lain deh! siapa ya, dan di mana..”  Desi merasa kalau dia sebelumnya pernah melihat lelaki itu.

Bel masuk berbunyi, pelajaran pertama yang membosankan di mulai. “kita kedatangan teman baru dari kota yang sangat jauh. Baik, mari kita perkenalkan teman baru kita terlebih dahulu. Silahkan…” ucap bu Rahma.

“Perkenalan nama saya Rival virnanda. Saya pindahan dari Aceh. Mohon bantuannya…”

Sekilas Desi teringat kepada sahabat kecilnya. “mungkinkah dia Rival sahabat SMP ku? Mengapa dia terlihat beda. Ya Tuhan kalau benar dia, aku sangat senang sekali. Tapi aku masih tak percaya.” Heran Desi dalam hatinya.

Saat jam pulang, rasa penasarannya itu masih menghantui di dalam dirinya. Desi berlari-lari menghampiri lelaki itu yang ingin beranjak pulang.
“Tunggu!” teriak desi kepada lelaki itu.
“ Siapa? Aku?” lelaki itu tampak bingung.
“Ya, kamu. Apa sebelumnya kita pernah bertemu? Apakah kamu rival sahabat SMP ku yang pernah pergi?”
“Mungkin saja kita pernah bertemu. Karena sebelumnya aku pernah tinggal Bekasi.”
“Jadi benarkah kamu Ri………..”

Tampak dari kejauhan lelaki yang mungkin ayahnya memanggilnya. “Rival! Cepat! Adikmu pasti menunggu kita di sekolahnya!”
“Iya pa. tunggu sebentar!” jawabnya kepada Ayahnya. “Baiklah, aku pulang dulu.” Pamitnya kepada Desi.
“Sebentar. 2 hari lagi ulang Tahunku. Apakah kamu mau datang?”
“Ya, mungkin aku pikir dulu ya. Aku tidak tahu aku bisa datang atau tidak. Tapi aku yakin Rival, sahabat SMP mu itu akan datang.” Ucapnya sambil menepuk bahu desi.
“Baiklah.” Desi sangat berharap kalau lelaki itu adalah Rivalnya.

***
Desi meminta bantuan Nisa dan Ais untuk mendekor pesta ulang tahun di rumahnya.

“Des, rumah kamu mau kita apain nih buat pesta kamu nanti?” Tanya Nisa.
“apa aja, Nis. Yang enak aja deh.”
“Eh ngomong-ngomong, kalian berdua sadar gak sih, kalau anak baru di kelas kita itu mirip si Rival temen SMP kita.” Kata Ais kepada Desi dan Nisa sambil bercermin.
“That’s right. Bener banget, is. Kemaren pas aku tanyain, kayaknya juga mencurigakan banget. Tapi kenapa Rival yang dulu sama yang sekarang beda banget ya.. 180 derajat bedanya!” Kata Desi.
“iya, ya. Iya juga sih. Gayanya tuh cool banget sekarang.”
“ya, berharap aja deh semoga dia beneran Rival.” Celetuk Nisa.
“aku juga penasaran banget, soalnya kemaren dia yakin banget kalau si Rival temen SMP kita bakal datang ke pesta ulang tahunku.”
“ya, gak ada yang harus kita raguin lagi, memang mungkin dia Rival. Namanya aja juga sama ‘Rival vernanda’ ” Kata Ais dengan yakin. “Gimana kalau besok kita selidikin aja kalau dia bener Rival kita apa bukan.”
“Wah ide bagus, is! Oke aku setuju.” Jawab Desi.

***
Hari ini mereka bertiga bertampilan aneh. Desi memakai Topi dan jas hitam. Nisa memakai kaca mata dan sepatu boot. Ais memakai masker dan membawa kaca pembesar. Mereka layaknya seorang detektif. Langkahnnya sangat pelan dan merembet kedinding seperti pemantau. Ketika bertemu Rival, mereka serentak berlari menghampirinya, dan membawanya ke sebuah ruang kosong yang gelap, hanya ada satu lampu berwarna kuning yang sudah berkedap-kedip.

“Hey! Apa-apaan ini? Kenapa kalian menutup mataku, siapa kalian?” bentak Rival kepada tiga cewek itu.
“Aku Nisa!” (sambil mendorong Rival ke kursi)
“Aku Ais!” (sambil menghentakan tangannya ke meja)
“Dan aku…… Desi” (sambil membuka kain yang menutup matanya)
“kalian mau ngapain? Hey! Aku masih perjaka, jangan apa-apain aku.” Bentak Rival.
“hiiih…. Pede banget sih kamu. Kita Cuma mau tanya satu hal!” Jawab Ais.
“Apaan?”
“kamu ‘Rival Vernanda’ teman SMP kita apa bukan?” tanya Nisa.
“Bukan…….!” Teriak Rival. “Ngaku…….?” Bentak Nisa.
“Bukan……..!”
“Rival Vernanda! Aku tau kamu Rival Vernanda teman kita. Kamu masih marah sama aku? Udah 3 tahun aku nunggu kamu, aku Cuma bisa liat kamu di dunia maya. Sekarang kamu mau hancurin harapan aku? Rival, ngaku…….!” Suasana sepi sejenak ketika Desi membentak Rival.
“aku ngga marah des sama kamu. Aku Cuma buat kamu bahagia. Apa salah cara aku ngejauhin kamu biar aku gak jadi nyamuk-nyamuk  di kehidupan kamu?” jawab Rival.
“Tuh kan sekarang kamu ngaku! Cara kamu salah! Kita ini sahabat, kamu harus beri kabar dong walaupun kita jauh. Sahabat harus selalu ada. Sahabat itu bukan nyamuk-nyamuk, justru sahabat itu sepeti obat nyamuk yang selalu ngelindungin kita. Jelas kamu salah! Kamu menghilang….”
“maaf!” jawab Rival.
“maaf maaf, enak banget kamu minta maaf.” Ucap Ais.
“Tau…. Kalau mau kita maafin. Besok jemput aku dan Ais pake mobil ke pesta ulang tahun desi. Jam 7. Gak pake telat!” ucap Nisa dengan jengkel.
“hah? Mobil siapa? Aku gak punya mobil tau…” jawab Rival.
“Ngga mau tau, besok harus ada. Tapi yang paling penting sekarang, kita udah berkumpul lagi kaya dulu.” Kata Ais sambil berpelukan.
“aaaa….. udah sakit! O, iya. Kamu masih sama Julio?” tanya Rival kepda Desi.
“ngga, udahan. Dia ngga bisa nutup keran aku.”
“hah! Keran?”
“udahlah, kamu gak ngerti val. Yang penting kan desi sekarang sama Rival.” Celetuk Nisa. “ekhm..”

***
                Ulang Tahun ke 17 ini sangat berarti baginya. Karena seseorang yang dia tunggu-tunggu ternyata kembali ke kehidupannya lagi. Desi mengajak Rival ke halaman rumahnya.
“akhirnya ada juga yang menutup keranku.” Kata Desi.
“keran..keran! keran mulu dari kemaren. Apaan sih?” Tanya Rival dengan heran.
“dulu kamu pernah membuka keran ini, dan membiarkan ai mengalir, tanpa ada tanggung jawab. Sekarang kamu kembali untuk menutupnya lagi.”
“oh, ya. Aku mengerti sekarang. Jadi berapa harga air yang harus aku bayar sama kamu?”
“kamu harus bayar selama hidupku, untuk tidak membiarkan setetes pun air jatuh. Itu yang harus kamu tanggung.”
“waw! Besar sekali biaya yang harus aku tanggung. Tapi gak sebesar rasa sayang aku kepada sahabat-sahabatku di kota ini.”
“bisa aja kamu!”

                Semua keadaan berakhir indah, tak ada penantian yang tidak membuahkan hasil. Seperti penantian Desi kepada Rival. Untuk selamanya….
***